Peran Vital Media Saat Bencana

Masih segar diingatan masyarakat yang beraktifitas dan menetap di wilayah Jakarta, Banten, dan Jawa Barat akan bencana gempa bumi yang terjadi sejak tanggal 23 Januari 2018. Menurut data dari BMKG, gempa bumi berkekuatan 6,1 SR di lokasi 7,21 LS, 105,01 BT terletak pada 43 km barat daya Kab. Lebak Propinsi Banten dengan kedalaman 61 km.

Akibat gempa yang belakangan ini terjadi, dipastikan bahwa daerah dengan dampak terparah yaitu Kabupaten Lebak, Sukabumi, dan Bogor. Dalam status tanggap darurat hingga tanggal 05 Februari 2018, sedikitnya tercatat 1 korban meninggal dunia, 2 korban luka berat, dan 21 korban luka ringan. Disusul dengan kerusakan infrastruktur sejumlah 2.824 unit rumah dan 11 unit rumah ibadah.

Dalam kondisi bencana diatas, masyarakat Indonesia pasti membutuhkan informasi akurat, terlebih mereka yang terkena dampak bencana. Yang disayangkan dalam kondisi genting tersebut, justru beredar informasi yang simpang siur di masyarakat. Berkaca pada fenomena ini, First Response Indonesia bekerja sama dengan Radio Heartline 100,6 FM dan Persatuan Radio Siaran Swasta Republik Indonesia (PRSSNI) mengadakan acara seminar “BENCANA: Bagaimana Peran Media?”.

Seminar ini dilaksanakan pada hari Kamis, 01 Februari 2018 bertempat di Gedung Heartline Center, Tangerang. Acara yang diadakan dari pukul 10.00 – 15.00 WIB tersebut dihadiri oleh peserta dari rekan-rekan insan media Propinsi Banten (radio, cetak, dan online), berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan kalangan mahasiswa.

Hadir sebagai pembicara pertama adalah Kabid Humas Polda Banten, AKBP Zaenudin. Beliau membagikan pengalaman bersama institusinya saat menangani bencana Gempa di Lebak beberapa waktu lalu, “Kami berusaha untuk bergerak cepat saat gempa terjadi. Tim melakukan tindakan evakuasi korban ke pos-pos yang sudah kami siapkan sebelumnya”. Selain itu, Ia juga menceritakan bahwa timnya juga membantu membangun rumah warga yang memiliki kondisi rusak berat.

Ketika di singgung mengenai kesimpang siuran informasi yang beredar di masyarakat, Beliau menyanyangkan kejadian itu. Pasalnya, Ia menekankan bahwa pada dasarnya bidang Humas Polda Banten siap untuk bekerja sama dengan siapa saja yang membutuhkan informasi yang akurat terkait bencana gempa bumi di Lebak. Untuk itulah, Ia menghimbau khususnya kepada rekan-rekan media agar dapat menginformasikan berita yang aktual dari sumber yang terpercaya. Sementara bagi masyarakat, dirinya menghimbau agar lebih selektif dalam mencari berita.

Di sisi lain, Kabag Humas BMKG Harry Tirto Djatmiko, ST, mengungkapkan bahwa timnya selalu memonitor aktivitas terkait bencana, serta langsung menginformasikan kepada khalayak luas. Dirinya pun mengklarifikasi bahwa informasi kedua besaran gempa yang membingungkan di masyarakat beberapa waktu lalu, sebenarnya adalah fakta. “Kedua besaran gempa itu sama-sama benar. Gempa pertama biasanya besar dan akan disusul oleh gempa-gempa lainnya. Namun, gempa berikutnya tidak akan lebih besar dari gempa yang pertama. Jadi kedua besaran gempa ini benar.” jelasnya.

Harry menghimbau bahwa masyarakat hendaknya dapat mengunduh aplikasi “Info BMKG”. Ia menjelaskan bahwa ketika bencana terjadi, masyarakat akan mendapatkan informasinya dalam seketika, asalkan menghidupkan fitur notifikasi dalam aplikasi tersebut.

“Radio memiliki peran serta yang vital saat bencana,” ungkap Ketua Pengurus Daerah PRSSNI Banten, Cahyonoadi R. Sukoco. Dalam kesempatan yang sama, Ia menekankan pentingnya informasi yang benar bagi masyarakat. Ia pun menyatakan bahwa pihaknya siap menjalin kerjasama yang baik dengan BMKG, sehingga pihaknya dapat membantu mendistribusikan informasi aktual terkait bencana kepada para anggota yang tergabung dalam PRSSNI.

Berdasarkan letak geografis, Indonesia sendiri terletak pada tiga lempeng tektonik utama yang aktif, yaitu: Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Hindia – Australia. Proses tektonik aktif inilah yang diungkapkan Kasubdit Media Elektronik Bid. Humas BNPB Ario Akbar Lomban menyebabkan Indonesia sering mengalami gempa bumi, tsunami, gunung meletus, dan bencana lainnya.

Pihaknya melaporkan bahwa ancaman bahaya terus meningkat, baik karena faktor alam maupun faktor antropogenik. Sedikitnya kerusakan dan kerugian akibat bencana diperkirakan senilai 30 triliun Rupiah per tahunnya.

Saat bencana menyerang, biasanya gelap dan tidak ada sambungan listrik. Jalur komunikasi pun biasanya mati. Disaat seperti itu, masyarakat yang terkena dampak biasanya ketakutan dan tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi kepada mereka. Mereka kebingungan harus berbuat apa, mengungsi dimana, dan  mendapatkan bantuan dimana, ungkap National Leader First Response Indonesia, Jose Yusuf Marwoto.

“Untuk itulah First Response Indonesia hadir untuk menyampaikan informasi yang dapat menyelamatkan jiwa masyarakat yang terkena dampak. Intinya, radio harus dapat menyampaikan informasi yang tepat di tiap fase bencana,” ungkapnya.

Jose menjelaskan bahwa, informasi yang tepat, di waktu yang tepat, dan disampaikan dengan medium yang tepat saat bencana, memiliki dampak yang positif bagi mereka yang menjadi korban, bahkan hingga kepada menciptakan harapan hidup.

First Response Indonesia sendiri hadir sebagai radio cepat tanggap bencana yang sudah berpengalaman merespon berbagai bencana yang menyerang di Indonesia. Menggunakan medium siaran radio, Jose mencontohkan informasi yang dapat disiarkan saat bencana gempa bumi, diantaranya: informasi terkait pertolongan pertama, tempat bernaung, sanitasi, perawatan kesehatan, rumah sakit keliling, bantuan psikologis, mekanisme pencarian jejak korban, dll.